Jenis-Jenis Kopi, Gayo, Mandailing, Lintong, Jawa, Priangan, Toraja, Kalosi, Bali Kintamani, Bejawa Flores, Baliem Wamena, Luwak

Jenis-Jenis Kopi

Berdasarkan data Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) dan sumber lain di lapangan menunjukkan bahwa Indonesia saat ini paling sedikit memiliki 11 jenis kopi premium (spesial) dengan karakteristik sebagai berikut:

Kopi Gayo 
  1. Kopi Gayo memiliki kekentalan lebih ringan, keasaman seimbang, rasa cokelat, tembakau, asap, tanah, dan
  2. Lokasi Pegunungan Gayo, Aceh Tengah, Nanggroe Aceh Darussalam;
  3. Produksi 50.000-60.000 ton biji/tahun;
  4. Tujuan ekspor ke Eropa dan Amerika Serikat.
Kopi Mandailing (Mandheling)
  1. Memiliki kekentalan bagus, keasaman medium, rasa floral dengan rasa akhir manis;
  2. Lokasi Pegunungan Bukit Barisan, Sumatera Utara;
  3. Produksi 10.000-15.000 ton biji/tahun;
  4. Tujuan ekspor ke Amerika Serikat.
Kopi Lintong 
  1. Memiliki kekentalan bagus dan keasaman seimbang, rasa cokelat dan sedikit rasa rempah; 
  2. Lokasi pegunungan Bukit Barisan, Sumatera Utara;
  3. Produksi 30.000-40.000 ton biji/tahun;
  4. Tujuan ekspor ke Jepang dan Belanda.

Kopi Jawa (Java) 
  1. Memiliki aroma bagus, kekentalan dan keasaman medium, rasa seimbang dengan rasa akhir herbal;
  2. Lokasi Pegunungan Ijen, Jawa Timur;
  3. Produksi 3.000-5.000 ton biji/tahun;
  4. Tujuan ekspor ke Amerika Serikat dan Eropa.
Kopi Priangan (Preanger)
  1. Memiliki kekentalan dan keasaman medium ke atas, rasa dominan cokelat dengan rasa akhir rempah;
  2. Lokasi Cianjur, Jawa Barat;
  3. Produksi 3.000 ton ton biji/tahun;  
  4. Tujuan ekspor ke Eropa (Belanda). 
Kopi Toraja
  1. Memiliki rasa harum, keasaman lebih tinggi, dan lezat;
  2. Lokasi Pegunungan Tana Toraja, Sulawesi Selatan;
  3. Produksi 5.000-10.000 ton biji/tahun;
  4. Tujuan ekspor ke Jepang dan Amerika Serikat. 
Kopi Kalosi 
  1. Memiliki kekentalan bagus, keasaman rendah, rasa cokelat dengan sedikit kesan jeruk;
  2. Lokasi Enrekang, Sulawesi Selatan;
  3. Produksi 5.000-10.000 ton biji/tahun;
  4. Tujuan ekspor ke Jepang, Eropa (Jerman), dan Amerika Serikat.
 Kopi Bali Kintamani
  1. Kopi Bali Kintamani memiliki biji besar, kekentalan dan keasaman medium, ada rasa jeruk (lemony) dan floral;
  2. Lokasi Pegunungan Kintamani, Bali
  3. Produksi 2.000-3.000 ton biji/tahun;
  4. Tujuan ekspor adalah Jepang, Eropa, Arab, dan Australia.
Kopi Bajawa Flores 
  1. Kopi Bajawa Flores memiliki kekentalan tinggi dan keasaman rendah, rasa cokelat dan vanili dengan karamel alamiah;
  2. Lokasi Pegunungan Flores, Nusa Tenggara Timur;
  3. Produksi 2.000-3.000 ton biji/tahun;
  4. Tujuan ekspor ke Amerika Serikat.
Kopi Baliem (Wamena)
  1. Kopi Baliem memiliki kekentalan tinggi, keasaman rendah, rasa cokelat dengan sentuhan tembakau;
  2. Lokasi Paniai dan Jayawijaya, Papua;
  3. Produksi 3.500 ton biji/tahun;
  4. Tujuan ekspor ke Amerika Serikat.
Kopi Luwak
  1. Sentra produksi kopi luwak di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Tana Toraja.
  2. Tujuan ekspor ke berbagai negara (18 negara).

Dalam beberapa tahun terakhir, permintaan pasar dalam negeri (domestik) terhadap kopi organik tumbuh pesat. Faktor-faktor yang memengaruhi permintaan kopi organik di dalam negeri adalah sebagai berikut:
  1. Pengaruh global yang mendorong kesadaran masyarakat terhadap produk yang ramah lingkungan semakin meningkat.
  2. Jumlah penduduk Indonesia berpendapatan menengah relatif banyak dan masih terus meningkat.
  3. Mulai menjamurnya toko yang khusus menjual produk organik yang dapat menjadi indikator meningkatnya permintaan terhadap produk organik.

Kecenderungan semakin membaiknya penawaran dan permintaan produk kopi organik menunjukkan bahwa peluang untuk pengembangan kopi organik semakin terbuka. Pada waktu mendatang, pasokan produk kopi organik diperkirakan belum bisa memenuhi permintaan sehingga harga kopi organik masih tetap tinggi dan stabil. Harga kopi organik akhir-akhir ini sekitar 20-30 % lebih tinggi daripada kopi yang diproduksi dengan melibatkan bahan kimia.

Upaya untuk menghasilkan kopi organik yang bermutu diperlukan manajemen dan teknik budi daya yang spesifik dengan teknologi tertentu sejak proses produksi, pengolahan, sampai pengemas-an. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember telah melakukan berbagai penelitian atas hal tersebut. Misalnya, dalam hal teknik produksi, lembaga tersebut telah menemukan berbagai teknologi, di antaranya teknologi penyediaan bahan organik (kulit kopi, guguran daun penaung, dan rurnput vetiver), teknologi proses pengomposan dan penggunaan jasad renik untuk menyuburkan tanaman. Selain itu juga mengembangkan teknologi agar berbagai bahan organik yang tersedia di sekitar kebun dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mendukung budi daya kopi organik. Dalam aspek manajemen telah mengembangkan sistem inspeksi dan evaluasi secara sistematis dan periodik guna memonitor proses dan kualitas produk yang dihasilkan.

Petani kopi Indonesia telah mampu memproduksi kopi organik secara baik. Misalnya, produk Gayo Mountain Coffee, merupakan contoh kopi organik yang sudah mendapat sertifikasi dari Masyarakat Ekonomi Eropa dan Amerika Serikat (Organic Crop Improvement Asssociation). Pemerintah mendukung pengembangan agribisnis kopi organik, antara lain dengan mengembangkan kopi organik di Wamena (Irian Jaya), Cangkringan (Sleman). Direktorat Jenderal Perkebunan terus berupaya mengembangkan kopi organik di tempat lain yang dinilai sesuai. Program tersebut, di samping dapat meningkatkan harga dan pangsa pasar kopi, juga untuk meningkatkan kualitas kopi Indonesia yang saat ini pada umumnya (72%) masih berkualitas sedang (grade 3 dan 4), sernentara yang bermutu tinggi baru mencapai 11%.

Produk kopi organik berkembang dengan pesat. Sebagai produk minuman, persyaratan kesehatan produk kopi organik sangat penting. Karakteristik kopi organik ditandai dengan kriteria bebas bahan kimia sintetis dan harga yang relatif lebih mahal. Kopi organik diminati konsumen berpendapatan tinggi. Aspek pasar yang perlu diperhatikan adalah penawaran, permintaan dan harga produk tersebut. Penawaran kopi organik masih dianggap belum memenuhi kebutuhan konsumen. Hal ini disebabkan pengusahaan kopi organik belum dikembangkan dalam skala luas sehingga prospek agribisnis kopi organik sangat cerah.